BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Cinta kasih merupakan paduan dua kata
yang mengandung arti psikologis yang dalam, yang sulit didefinisikan dengan
rangkaian kata-kata. Mungkin cinta baru dapat dimengerti dan dirasakan bagi
orang yang sudah atau sedang dirundung cinta. Cinta kasih merupakan anugerah
Allah SWT. kepada ummat-Nya, manusia makhluk yang paling sempurna dan sebagai
khalifah-Nya dimuka bumi tercinta ini.
Dunia kita sekarang terbelenggu dengan
belenggu materialisme dan tergoncang oleh hawa nafsu individualisme. Hati
manusia penuh dengan dendam, dengki, dan berbagai macam kebencian. Ia
membutuhkan siraman cinta dan air kasih sayang untuk mengkompres luka, mencuci
dengki, mendinginkan dendam, meredamkan fitnah, menekan kesewenang-wenangan,
menghilangkan kebencian dan nafsu ananiyah.
Kiranya kemanusiaan hari ini, yang terus
menghadapi pertarungan dan ditindih beban kehidupan materialistis dan penuh
luka, sangat membutuhkan cinta Islami yang dapat mengantarkan kepada kedamaian,
keamanan, keimanan serta persaudaraan yang suci. Oleh karena itu, penulis sangat tertarik mengambil judul
makalah “Manusia Dan Cinta Kasih Dalam Islam” guna membasuh kekeringan hati
kita dari cinta kasih yang tak berlandaskan ke-Islaman dan menerangkan cinta
kasih yang sesuai dengan tuntunan cahaya ke-Ilahian.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
pengertian dari cinta kasih?
2. Apa
saja macam-macam cinta kasih?
3. Bagaimana
Al-Qur’an memandang cinta kasih?
C.
Tujuan
1. Mendeskripsikan
pengertian dari cinta kasih
2. Menjelaskan
macam-macam cinta kasih
3. Menjelaskan
pandangan Al-Qur’an tentang cinta kasih
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Cinta Kasih
Cinta
kasih dapat dirumuskan secara sederhana sebagai perasaan kasih sayang,
kemesraan, belas kasihan, dan pengabdian yang diungkapkan dengan tingkah laku
yang bertanggung jawab. Sehingga menciptakan keserasian, keseimbangan, dan
kedamaian antara sesama manusia, antara manusia dengan lingkungan, dan antara
manusia dengan Tuhan.[1]
Cinta
memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia, sebab ia merupakan landasan
kehidupan perkawinan, pembentukan keluarga dan pemeliharaan anak-anak. Ia
adalah landasan hubungan erat di masyarakat dan pembentukan hubungan-hubungan
manusiawi yang akrab. Ia adalah pengikat yang kokoh dalam hubungan antara
manusia dengan Tuhannya. Dan membuatnya ikhlas berkorban, ikhlas dalam
menyembah-Nya., mengikuti jalan-Nya, dan berpegang teguh pada syariat-Nya.
Sebagai
manifestasi perasaan cinta, manusia mempunyai banyak lambang tentang cinta.
Lambangnya dapat berupa bau bunga, warna, cium tangan, cium kening, dan
sebagainya. Seperti dikatakan oleh Filsuf Islam al Kindi: “Jika bau bunga sedap
malam dicampur dengan bau mawar, akan lahir bau baru yang bisa membangkitkan
perasaan cinta dan bangga.
Pemahaman
orang modern bahwa cinta adalah kebebasan tanpa batas dan ikatan serta
pelepasan nafsu hewani yang menjerumuskan mereka kedalam hidup yang penuh
dengan ketidaktenangan, harus segera dilepaskan. Dan tiada yang dapat
melepaskan dan membebaskan mereka kecuali dengan cahaya cinta yang bersumber
dari-Nya. Dia-lah Zat pemberi cahaya cinta berupa keselamatan dan kedamaian.
Sesungguhnya dalam kitab Allah banyak membicarakan masalah cinta, menunjukkan
dan membimbing ke arahnya.[2]
B.
Macam-Macam Cinta Kasih
1.
Cinta Kepada Allah
Merupakan
puncak cinta manusia yang paling jernih dan yang dapat memberikan tingkat
perasaan kasih sayang yang luhur, khususnya perasaan simpatik dan sosial. Cinta
yang ikhlas seorang manusia kepada Allah akan membuat cinta menjadi kekuatan
pendorong yang mengarahkannya dalam kehidupan dan menundukkan semua bentuk
cinta yang lainnya.[3]
Cinta
ini akan membuatnya menjadi seorang yang cinta pada sesama manusia, hewan, semua
makhluk Allah dan seluruh alam semesta. Sebab, dalam pandangannya semua wujud
yang ada di sekelilingnya merupakan manifestasi dari Tuhannya yang
membangkitkan kerinduan-kerinduan spiritualnya dan harapan kalbunya.
Firman
Allah:
“Katakanlah: jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang” (QS. Al-Imran : 31).
Ibnul
Qayyim, dalam kitabnya Madariyus Shalihin
Juz 1 halaman 99, mengatakan: “Pokok ibadah adalah cinta kepada Allah,
bahkan mengkhususkan cinta hanya kepada Allah, tidak mencintai yang lain,
bersamaan mencintai-Nya. Ia mencintai sesuatu hanyalah karena Allah dan jalan
Allah.”
Demikianlah
jalan cinta, berawal dari perintah Ilahi, berakhir dengan ketaatan insani.
2. Cinta Kepada Rasulullah
Cinta
kepada Rasul menduduki peringkat kedua setelah cinta kepada Allah. Karena Rasul
merupakan ideal yang sempurna bagi manusia baik dalam tingkah laku, moral,
maupun berbagai sifat luhur lainnya. Sebagaimana dikemukakan Al-Qur’an:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar
berbudi pekerti yang agung.”
(QS. Al-Qalam : 4)
Beliau
kekasih Allah yang berjuang dengan segala daya dan kemampuan sehingga akidah
yang suci murni ini dapat eksis di bumi. Iman dan agama Allah dapat berkembang
di dunia manusia. Disamping itu dibimbingnya pula para makhluk menuju kepada
al-Khalik.
Dari
Anas Ra. Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak sempurna keimanan
seseorang diantara kalian hingga ia lebih mencintai aku daripada kedua orang tuanya,
anaknya, dan manusia semuanya.”
Beliau junjungan, kekasih, dan penolong
kita. Rasul pembawa misi kemanusiaan, keselamatan, kedamaian, dan al-Islam.
Dialah Sayyidina Muhammad bin Abdullah SAW yang diistimewakan oleh Allah untuk
memberi syafaat kubro dan syafaat-syafaat lainnya, yang diberinya telaga
al-Kautsar, yang senantiasa diberi rahmat oleh-Nya, dan didoakan oleh para
malaikat agar memperoleh rahmat dan karunia-Nya.
Semoga Allah memberikan shalawat
kepadamu, wahai junjungan kami, wahai kekasih Allah, wahai utusan Allah. Selama
beliau menjadi petunjuk ke jalan Allah, dan menunjukkan ke jalan Allah, maka
manusia wajib melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya. Firman Allah
SWT:
“Apa
yang dibawa Rasul kepadamu ambillah. Dan apa yang dilarangnya, tinggalkanlah.”
(QS. Al-Hijr : 7)
3. Cinta Orang Tua
Anak
merupakan buah alami dari kuatnya kasih sayang suami istri. Status sebagai ayah
dan ibu merupakan kedudukan mulia, penuh makna sebagai ekspresi bahwa Tuhan
telah menumpahkan rahmat-Nya, sehingga keduanya saling dipenuhi rasa kasih
sayang dan perasaan terikat satu sama lain secara langgeng.
Cinta
orang tua kepada anak-anaknya tidak boleh sama sekali diselingi keraguan. Cinta
semacam itu merupakan tanda ke-Tuhanan dan suatu rahmat yang besar bagi
kemanusiaan. Allah berfirman:
“Dan diantara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di
antaramu rasa kasih sayang.” (QS. Ar-Rum
: 21)
Sebagian
mufassir beranggapan bahwa yang dimaksudkan dengan mawaddah (cinta) dan rahmat
di dalam ayat ini ialah anak yang memperkuat hubungan suami istri serta
menjamin hubungan tersebut menjadi lebih aman dan damai.
Cinta
orang tua kepada anaknya adalah cahaya yang diberikan Tuhan kepada mereka. Nabi
SAW menjelaskan kepada para sahabat sambil menunjuk kepada seorang wanita:
“Dapatkah kau bayangkan bahwa wanita
ini kelak melemparkan anaknya ke dalam api.” Mereka menjawab: “Tidak” Nabi
bersabda: “Kasih sayang Tuhan kepada hamba-Nya lebih kuat daripada kasih
sayang wanita ini kepada anaknya.”
(Hadits Syarif)
Cinta
tersebut adalah cinta alami yang dibawa sejak lahir tanpa bisa dipadamkan oleh
siapa pun. Atas dasar inilah maka bukannya Tuhan memerintahkan agar orang tua
menjaga kepentingan anaknya, melainkan memerintahkan agar anak menjaga
kepentingan orang tuanya. Firman Allah:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu-bapakmu, hanya kepada-Ku lah
kembalimu.” (QS Lukman : 14)
4. Cinta Diri Sendiri
Cinta
ini erat kaitannya dengan dorongan menjaga diri. Manusia senang untuk tetap
hidup, mengembangkan potensi dirinya dan mengaktualisasikan diri. Ia juga
mencintai segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan, ketentraman, dan
kebahagiaan pada dirinya. Al-Quran telah mengungkapkan cinta alamiah manusia
terhadap dirinya sendiri, kecenderungannya untuk menuntut segala sesuatu yang
bermanfaat dan berguna bagi dirinya, dan menghindar dari segala sesuatu yang
membahayakan keselamatannya, melalui ucapan Nabi SAW, bahwa seandainya beliau
mengetahui hal-hal gaib, tentu beliau akan memperbanyak hal-hal yang baik bagi
dirinya dan menjuahkan diri dari segala keburukan. Firman Allah:
“…Dan sekiranya aku mengetahui yang
gaib, tentulah aku akan memperbanyak kebaikan bagi diriku sendiri dan aku tidak
akan ditimpa kemudharatan…” (QS Al-A’raf : 188)
Diantara
gejala yang menunjukkan kecintaan manusia terhadap dirinya sendiri, ialah
kecintaannya terhadap harta.
“Dan sesungguhnya dia amat sangat
cintanya kepada harta.” (QS Al-Adiyat : 8)
Gejala
lainnya ialah permintaannya yang terus-menerus agar dikaruniai harta,
kesehatan, dan berbagai kebaikan dan kenikmatan hidup lainnya. Dan apabila ia
tertimpa bencana keburukan, atau kemiskinan, ia merasa putus asa, dan mengira
bahwa ia tidak akan bisa memperoleh karunia lagi. Firman-Nya:
“Manusia tidak jemu-jemu memohon
kebaikan, tetapi jika mereka ditimpa malapetaka, dia menjadi putus asa lagi
putus harapan.” (QS Fushshilat : 49)
Contoh
lain lagi ialah apabila ia tertimpa malapetaka atau kesulitan, ia pun berkeluh
kesah atas apa yang menimpa dirinya dan apabila ia memperoleh banyak harta, ia
begitu hati-hati sekali dalam memeliharanya dan segan menyedekahkan sebagian kepada
orang lain yang membutuhkan. Firman-Nya:
“Sesungguhnya manusia diciptakan
bersifat keluh-kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa
kesusahan, ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir.”
(QS Al-Ma’arij : 21)
Namun cinta pada diri sendiri tidaklah
terlalu berlebih-lebihan dan melewati batas. Sepatutnya cinta pada diri sendiri
diimbangi dengan cinta pada sesama manusia lainnya.
5. Cinta Kepada Sesama Manusia
Agar manusia dapat hidup dengan penuh
keserasian dan keharmonisan dengan manusia lainnya, tidak boleh tidak ia harus
membatasi cintanya pada dirinya sendiri dan egoismenya. Juga hendaknya ia
menyeimbangkan cintanya itu dengan cinta dan kasih sayang kepada orang-orang
lain.
Al-Quran
dan Hadits telah menyeru kepada orang-orang yang beriman agar saling mencintai seperti cinta mereka kepada diri mereka
sendiri. Dalam seruan itu sesungguhnya terkandung pengarahan kepada para mukmin
agar tidak berlebihan dalam mencintai diri sendiridan emngarahkan cinta mereka
kepada saudara mereka seiman. Firman- Nya:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin
dalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan
bertawakllah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS Al-Hujurat : 10)
Dari
Anas r.a. bahwa Nabi SAW bersabda, "Tidak sempurna keimanan seseorang dari
kalian, sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri"
6. Cinta Seksual
Cinta
erat kaitannya dengan dorongan seksual. Sebab dialah yang bekerja dalam
melestarikan kasih sayang, keserasian dan kerja sama antara suami dan istri. Ia
merupakan factor primer bagi keberlangsungan hidup keluarga. Firman Allah:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasan-Nya,
ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa
kasih sayang, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS Ar-Rum : 21)
“Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini: wanita-wanita…” (QS Ali Imran :
14)
Dorongan
seksual melakukan suatu fungsi, yaitu melahirkan keturunan demi kelangsungan
jenis. Lewat dorongan seksuallah terbetuk keluarga. Dari keluarga terbentuk
masyarakat dan bangsa. Dengan demikian bumi pun menjadi ramai, bangsa-bangsa
saling mengenal, kebudayaan berkembang, dan ilmu pengetahuan dan industri
menjadi maju. Firman-Nya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal…” (QS
Al-Hujurat : 13)
Islam
menyerukan pengendalian dan penguasaan cinta ini lewat pemenuhan dorongan
tersebut dengan cara yang sah yaitu melalui pernikahan.[4]
7. Cinta Kepada Lingkungan
Apabila seseorang menciptakan taman yang
indah, memelihara taman pekarangan, tidak menebang kayu di hutan seenaknya,
menanam tanah gundul dengan teratur, tidak berburu hewan secara semena-mena
atau dikatakan bahwa orang itu menaruh cinta kasih atau menyayangi lingkungan
hidupnya.[5]
C.
8
Jenis Cinta Dalam Al-Qur’an
1.
Cinta mawaddah adalah jenis cinta mengebu-gebu,
membara dan “nggemesi”. Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selalu
berdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia ingin
memonopoli cintanya, dan hamper tak bisa berfikir lain.
- Cinta rahmah adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding terhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih meski untuk itu ia harus menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya. Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari itu maka dalam al Qur’an ,kerabat disebut al arham, dzawi al arham , yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih saying secara fitri, yang berasal dari garba kasih saying ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana psikologis kasih saying dalam satu ruang yang disebut rahim. Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah dianjurkan untuk selalu bersilaturrahim, atau silaturrahmi artinya menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia akhirat.
3.
Cinta mail, adalah jenis cinta yang untuk
sementara sangat membara, sehingga menyedot seluruh perhatian hingga hal-hal
lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al Qur’an
disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta kepada
yang muda (antamilukulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang lama.
4.
Cinta syaghaf. Adalah cinta yang sangat mendalam,
alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad
syaghafaha hubba) bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak
menyadari apa yang dilakukan. Al Qur’an menggunakan term syaghaf ketika
mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, istri pembesar Mesir kepada
bujangnya, Yusuf.
5.
Cinta ra’fah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga
mengalahkan norma – norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga
tidak tega membangunkannya untuk salat, membelanya meskipun salah. Al Qur’an
menyebut term ini ketika mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan
orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini kasus hukuman bagi pezina
(Q/24:2).
6.
Cinta shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang
mendorong perilaku penyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Qur’an menyebut term
ini ketika mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan
Zulaikha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja), sebab
jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan bodoh,
waillatashrif `anni kaida hunnaash builaihin nawaakun min al jahilin (Q/12:33)
7.
Cinta syauq (rindu). Term ini bukan dari al Qur’an
tetapi dari hadis yang menafsirkan al Qur’an. Dalam surat al `Ankabut ayat 5
dikatakan bahwa barang siapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba.
Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa ma’tsur dari hadis riwayat
Ahmad; waas’alukaladzzata an nadzoriilawajhikawa as syauqailaliqa’ika, aku
mohon dapat merasakan nikmatnya memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan
untuk berjumpa dengan Mu. Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab Raudlat al
Muhibbinwa Nuzhat al Musytaqin, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada
sang kekasih (safar al qalbila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada
di dalam hati sang pecinta, hurqat al mahabbah wailtihabnaruha fi qalb al
muhibbi
8. Cinta kulfah. Yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik
kepada hal-hal yang positif meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh
anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta
ini disebut al Qur’an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang
kecuali sesuai dengan kemampuannya, la yukallifullahnafsanillawus`aha (Q/2:286)[6]
D.
Ungkapan
Cinta Kasih
Cinta kasih adalah ungkapan perasaan
yang diwujudkan dengan tingkah laku atau perbuatan seperti dengan kata-kata,
tulisan, gerak, atau media lainnya. Cinta kasih juga dapat diungkapkan dalam
bentuk karya budaya, misalnya seni suara, seni sastra, seni drama, film, dan
seni lukis.
Orang yang mempunyai perasaan cinta
kasih, hidupnya penuh dengan gairah, inisiatif dan kreatif. Bagi seniman
perilaku cinta kasih dituangkan dalam bentuk karya budaya sehingga dapat
dinikmati pula oleh masyarakat. Dengan demikian, masyarakat dapat memetik
nilai-nila kemanusiaan yang terungkap melalui karya budaya itu.[7]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cinta
kasih dapat dirumuskan secara sederhana sebagai perasaan kasih sayang,
kemesraan, belas kasihan, dan pengabdian yang diungkapkan dengan tingkah laku
yang bertanggung jawab. Sehingga menciptakan keserasian, keseimbangan, dan
kedamaian antara sesama manusia, antara manusia dengan lingkungan, dan antara
manusia dengan Tuhan
Cinta
kasih yang paling utama adalah cinta kepada Allah. Cinta yang ikhlas seorang
manusia kepada Allah akan membuat cinta menjadi kekuatan pendorong yang
mengarahkannya dalam kehidupan dan menundukkan semua bentuk cinta yang lainnya.
Macam-macam cinta yang terpancar dari cinta kepada Allah diantaranya ialah,
cinta kepada Rasulullah, cinta kepada anak-anak (cinta orang tua), cinta kepada
diri sendiri yang positif, cinta seksual yang berlandaskan pernikahan secara
sah, dan cinta terhadap lingkungan. Sebab, dalam pandangannya semua wujud yang
ada di sekelilingnya merupakan manifestasi dari Tuhannya yang membangkitkan
kerinduan-kerinduan spiritualnya dan harapan kalbunya.
Al-Qur’an
sebagai pedoman manusia yang merupakan firman Allah SWT. pun menjelaskan
berbagai jenis cinta. Diantaranya ialah, cinta mawaddah,cinta rahmah, cinta
mail, cinta syaghaf, cinta ra’fah, cinta shobwah, cinta syauq, dan cinta
kulfah.
Cinta
kasih adalah anugerah dari Allah, maka sebagai ungkapan rasa syukur manusia,
hendaknya cinta kasih tersebut dijadikan sebagai perasaan yang senantiasa
ditujukan pada-Nya, sehingga kita dapat merasakan manis dan indahnya iman dan
taqwa.
DAFTAR PUSTAKA
Mawardi, dan Hidayati, Nur, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Budaya Dasar, Ilmu
Sosial Dasar, Bandung: CV Pustaka Setia, 2000
Rohiman Notowidagdo, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Quran Dan
Hadits, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000
From.Erich, Seni Mencintai, Jakarta: Sinar Harapan, 1983
Syahirah, 8 Pengertian Cinta Menurut Al-Qur’an, diakses dari
http://cintaitumilikallah.blogspot.com/2012/10/8-pengertian-cinta-menurut-al-quran.html
[1] Mawardi dan Nur Hidayati, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Budaya Dasar, Ilmu
Sosial Dasar, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), h. 167.
[2] Rohiman Notowidagdo, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Quran Dan
Hadits, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000), h. 70-72.
[3] From.Erich, Seni Mencintai, (Jakarta: Sinar Harapan, 1983) h. 54
[4] Rohiman Notowidagdo, op.cit., h.
72-82
[5] Mawardi dan Nur Hidayati,
op.cit., h. 168.
[6] Syahirah, 8 Pengertian Cinta Menurut Al-Qur’an, diakses dari
http://cintaitumilikallah.blogspot.com/2012/10/8-pengertian-cinta-menurut-al-quran.html
pada tanggal 11 Desember 2014 pukul 16.30
[7] Mawardi dan Nur Hidayati, loc.cit.